Pengertian Pembelajaran
Efektif
Efektif adalah perubahan yang membawa pengaruh, makna
dan manfaat tertentu. Yusuf Hadi Miarso (1993) memandang bahwa pembelajaran
efektif adalah pembelajaran yang dapat menghasilkan belajar yang bermanfaat dan
terfokus pada siswa (student centered)
melalui penggunaan prosedur yang tepat. Definisi ini mengandung arti bahwa
pembelajaran yang efektif terdapat dua hal yang penting, yaitu terjadinya
belajar pada siswa dan apa yang dilakukan oleh guru untuk membelajarkan
siswanya. Suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil baik, jika
kegiatan belajar mengajar tersebut dapat membangkitkan proses belajar.
Pembelajaran yang efektif ditandai dengan sifatnya
yang menekankan pada pemberdayaan siswa secara aktif. Pembelajaran menekankan
pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang dikerjakan, tetapi lebih
menekankan pada internalisasi, tentang apa yang dikerjakan sehingga tertanam
dan berfungsi sebagai muatan nurani dan hayati serta dipraktekkan dalam
kehidupan oleh siswa. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran efektif merupakan
sebuah proses perubahan seseorang dalam tingkah laku dari hasil pembelajaran
yang ia dapatkan dari pengalaman dirinya dan dari lingkungannya yang membawa
pengaruh, makna dan manfaat tertentu.
A.
Karakteristik
Pembelajaran Efektif dan Bermakna
Proses pembelajaran merupakan
suatu proses yang mengandung serangkaian
pelaksanaan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi
atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama
bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Pada kenyataan yang kita lihat di
sekolah-sekolah, seringkali guru terlalu aktif di dalam proses pembelajaran,
sementara siswa dibuat pasif, sehingga interaksi antara guru dengan siswa dalam
proses pembelajaran tidak efektif. Jika proses pembelajaran lebih didominasi
oleh guru, maka efektifitas pembelajaran tidak akan dapat dicapai.
Untuk menciptakan kondisi
pembelajaran yang efektif, guru dituntut agar mampu mengelola proses pembelajaran
yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau dan mampu belajar.
Untuk bisa belajar efektif setiap orang perlu mengetahui apa arti belajar
sesungguhnya. Belajar adalah sebuah tindakan aktif untuk memahami dan mengalami
sesuatu. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Jadi, proses belajar terjadi jika
anak merespon stimulus (rangsangan) yang diberikan guru, selain itu untuk
meraih pembelajaran yang efektif peserta didik juga dapat dibimbing oleh guru
dari pengetahuan sebelumnya yang mereka miliki yang tersimpan dalam ingatan dan
pemikiran mereka (Kognitif) dengan menggunakan teori dan metode pembelajaran
dengan tepat. Jika hal itu belum terjadi maka proses pembelajaran tidak akan
berjalan dengan efektif dan optimal.
1. Ciri-ciri Pembelajaran yang Efektif
Pembelajaran
dapat berjalan secara efektif apabila mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan sesuai dengan indikator pencapaian. Untuk mengetahui bagaimana
memperoleh hasil yang efektif dalam proses pembelajaran, maka sangat penting
untuk mengetahui ciri-cirinya yaitu:
a. Belajar
secara aktif baik mental maupun fisik. Aktif secara mental ditunjukkan dengan
mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir kritis. Dan secara
fisik, misalnya menyusun intisari pelajaran, membuat peta dan lain-lain.
b. Metode yang
bervariasi, sehingga mudah menarik perhatian siswa dan kelas menjadi hidup.
c. Motivasi
guru terhadap pembelajaran di kelas. Semakin tinggi motivasi seorang guru akan
mendorong siswa untuk giat dalam belajar.
d. Suasana
demokratis di sekolah, yakni dengan menciptakan lingkungan yang saling
menghormati, dapat mengerti kebutuhan siswa, tenggang rasa, memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar mandiri, menghargai pendapat orang lain.
e. Pelajaran di
sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata.
f. Interaksi
belajar yang kondusif, dengan memberikan kebebasan untuk mencari sendiri,
sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar pada pekerjaannya dan lebih
percaya diri sehingga anak tidak menggantungkan pada diri orang lain.
g. Pemberian
remedial dan diagnosa pada kesulitan belajar yang muncul, mencari faktor
penyebab dan memberikan pengajaran remedial sebagai perbaikan, jika diperlukan.
Selain itu
ciri pengajaran Efektif juga dapat diketahui dengan:
a. Berpusat
pada siswa
b. Interaksi
eduktaif, Guru-Siswa
c. Suasana
demokratis
d. Metode yang
bervariasi
e. Bahan
belajar bermanfaat
f. Lingkungan
kondusif
g. Suasana
belajar menunjang
B.
Peran
Guru dalam Mewujudkan Pembelajaran Efektif dan Bermakna
Terdapat
beberapa peran guru dalam pembelajaran tatap muka yang dikemukakan oleh Moon
(1998), yaitu sebagai berikut.
1.
Guru sebagai Perancang Pembelajaran (Designer Instruction)
Pihak Departemen Pendidikan Nasional
telah memprogram bahan pembelajaran yang harus diberikan guru kepada peserta
didik pada suatu waktu tertentu. Disini guru dituntut untuk berperan aktif
dalam merencanakan PBM tersebut dengan memerhatikan berbagai komponen dalam
sistem pembelajaran yang meliputi :
a. Membuat dan merumuskan bahan ajar
b. Menyiapkan materi yang relevan
dengan tujuan, waktu, fasilitas, perkembangan ilmu, kebutuhan dan kemampuan
siswa, komprehensif, sistematis, dan fungsional efektif.
c. Merancang metode yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi siswa.
d. Menyediakan sumber belajar, dalam
hal ini guru berperan sebagai fasilitator dalam pengajaran.
e. Media, dalam hal ini guru berperan
sebagai mediator dengan memerhatikan relevansi (seperti juga materi), efektif,
efisien, kesesuaian dengan metode, serta pertimbangan praktis.
Jadi
dengan waktu yang sedikit atau terbatas tersebut, guru dapat merancang dan
mempersiapkan semua komponen agar berjalan dengan efektif dan efisien.
Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang
prinsip-prinsip belajar, sebagai landasan dari perencanaan.
2.
Guru sebagai Pengelola Pembelajaran (Manager Instruction)
Tujuan umum pengelolaan kelas adalah
menyediakan dan menggunakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar
mengajar. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam
menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan
siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang
diharapkan.
Selain
itu guru juga berperan dalam membimbing pengalaman sehari-hari ke arah
pengenalan tingkah laku dan kepribadiannya sendiri. Salah satu ciri manajemen
kelas yang baik adalah tersedianya kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi
sedikit untuk mengurangi ketergantungannya pada guru hingga mereka mampu
membimbing kegiatannya sendiri.
Sebagai
manajer, guru hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori belajar
mengajar dari teori perkembangan hingga memungkinkan untuk menciptakan situasi
belajar yang baik, mengendalikan pelaksanaan pengajaran dan pencapaian tujuan.
Berikut
ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan guru dalam kaitannya dengan
memotivasi siswa belajar (Wright, 1991).
a.
Menunjukkan
Sikap yang Positif terhadap Siswa.
Guru hendaknya menanggapi secara
positif setiap pertanyaan atau pernyataan yang diajukan siswa bagaimana pun
bentuknya. Dengan adanya tanggapan positif dari guru terhadap pertanyaan atau
pendapat yang diajukan, paling tidak siswa tidak akan ragu-ragu mengemukakan
pendapatnya sehingga siswa akan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
b.
Memberikan
Tugas atau Kegiatan yang Bermakna, Sesuai, dan Menarik bagi Siswa.
Tugas atau kegiatan yang sesuai
dengan tujuan dan materi pelajaran akan membentuk keyakinan siswa bahwa mereka
akan berhasil melaksanakan tugas apabila mereka bersungguh-sungguh. Selain itu,
tugas atau kegiatan yang dilksanakan hendaknya berkaitan dengan penerapan
pengetahuan dan keterampilan yang baru untuk memecahkan suatu masalah.
c.
Menunjukkan
Semangat Belajar
Guru
yang menunjukkan kehangatan dan keantusiasan dalam mengajar akan memudahkan
terciptanya iklim kelas yang menyenangkan. Kehangatan dan keantusiasan guru
akan menjadikan kegiatan pembelajaran lebih efektif.
d.
Menerapkan
Disiplin secara Fleksibel sehingga Tercipta Situasi Pembelajaran yang Efektif
Guru dapat memberi kebebasan kepada
siswa untuk melakukan tugas belajarnya asal tidak mengganggu siswa lain atau
kelas lain yang sedang belajar.
e.
Memberikan
Kesempatan kepada Siswa untuk Terlibat Aktif Dalam Berbagai Kegiatan yang
Menuntut Komunikasi Antar-Siswa dan Melakukan Kerja Sama
Kegiatan pembelajaran yang
memungkinkan siswa berinteraksi satu sama lain dadalah kegiatan kelompok. Dalam
kegiatan kelompok, pengalaman siswa merupakan sumber yang penting, yang tidak
hanya berguna dalam memecahkan suatu masalah tetapi juga dapat meningkatkan
kepuasan siswa.
f.
Memberikan
Kesempatan kepada Siswa untuk Menilai Diri Sendiri
Dengan menilai diri sendiri siswa
akan termotivasi untuk bekerja lebih giat karena mereka dapat menilai diri
sendiri apakah dia telah berhasil atau belum.
g.
Memberikan
Balikan Positif terhadap Hasil Kerja Siswa
Apabila kita memberikan tugas atau
pekerjaan kepada siswa, kita harus memberikan komentar terhadap hasil kerja
siswa. Guru hendaknya memberikan penjelasan yang menguatkan terhadap hasil
kerja siswa yang benar dan penjelasan yang mengoreksi hasil kerja siswa yang
salah. Dengan mengetahui bahwa pekerjaannya benar, siswa akan merasa dihargai.
Sedangkan balikan terhadap kesalahannya akan menambah motivasi siswa untuk
memperbaiki kesalahannya.
h.
Memberikan
Kesempatan kepada Siswa untuk Memperoleh Kebanggan dari Hasil Kerjanya
Setiap
siswa mengharapkan adanya pengakuan positif terhadap hasil kerja mereka. Oleh
karena itu, guru hendaknya memberikan penghargaan terhadap siswa yang berhasil
melakukan tugas belajarnya. Pengakuan terhadap siswa dapat dilakukan dengan
memajang hasil kerja siswa di dinding. Dengan melihat hasil kerjanya, siswa
akan merasa bangga bahwa hasil kerjanya dihargai. Memperoleh pengakuan umum
memberikan rasa aman pada diri siswa dan penguatan yang membantu siswa
memandang dirinya bahwa dirinya mampu.
3.
Guru sebagai Pengaruh Pembelajaran
Hendaknya
guru senantiasa berusaha menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi
peserta didik untuk belajar. Dalam hubungan ini guru mempunyai fungsi sebagai
motivator dalam keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Empat hal yang dapat
dikerjakan guru dalam memberikan motivasi (Dr Hamzah B.Uno :23) adalah sebagai
berikut: (1) membangkitkan dorongan
siswa untuk belajar; (2) menjelaskan
secara konkret, apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran; (3) memberikan
ganjaran terhadap prestasi yang dicapai hingga dapat merangsang pencapaian
prestasi yang lebih baik dikemudian hari; (4) membentuk kebiasaan belajar yang
baik.
Untuk mengaktifkan siswa dalam
belajar, guru hendaknya melibatkan siswa dalam pembelajaran baik melalui
kegiatan tanya jawab maupun melalui kegiatan kelompok, diskusi atau kerja
kelompok. Dalam kegiatan semacam ini,
guru dituntut berperan sebagai pengarah(moderator). Sebagai moderator, guru hendaknya melakukan hal-hal
berikut.
a.
Memusatkan perhatian
pada tujuan pembelajaran.
Kegiatan yang
dapat dilakukan guru untuk memusatkan perhatian siswa, diantaranya:
1) menyampaikan
tujuan pada awal kegiatan;
2) menandai
dengan cermat perubahan-perubahan yang terjadi dalam pembahasan atau kegiatan
kelompok. Apabila terjadi penyimpangan, guru hendaknya mengarahkan siswa agar
kembali ke tujuan semula serta
3) merangkum
hasil pembahasan atau diskusi/kerja kelompok pada tahap-tahap tertentu sebelum
dilanjutkan pada pembahasan atau tugas berikutnya.
b.
Memberikan kesempatan
berpartisipasi
Agar
pembahasan atau kegiatan kelompok merupakan hasil semua siswa, setiap siswa
harus terlibat dan mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan atau menjawab
pertanyaan. Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk
berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Usaha yang dapat dilakukan guru untuk
menyebarkan kesempatan berpartisipasi diantaranya:
1) memancing
urunan siswa yang pendiam dengan mengajukan pertanyaan yang langsung ditujukan
kepada siswa tersebut secara bijaksana;
2) mencegah
terjadinya pembicaraan serentak;
3) mencegah
secara bijaksana siswa yang suka memonopoli pembicaraan atau kegiatan; dan
4) mendorong
siswa untuk saling mengomentari pendapat siswa lain.
4.
Guru sebagai Evaluator (Evaluator of Student
Learning)
Untuk mengetahui tercapai tidaknya
tujuan pembelajaran oleh siswa, guru hendaknya melakukan evaluasi. Melaksanakan
evaluasi merupakan tugas guru sebagai penilai atau elevator. Penilaian ini tidak hanya dilakukan terhadap penguasaan
siswa terhadap materi yang dipelajari tetapi juga terhadap proses belajar yang
telah dilakukan siswa. Apakah siswa telah benar-benar belajar. Menilai
kemampuan siswa tidak hanya dilakukan melalui tes, tetapi juga dapat melalui
tugas atau pekerjaan rumah.
Melalui evaluasi ini, guru dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan pedoman dalam mengembangkan
dan melaksanakan kegiatan pembelajaran selanjutnya. Tujuan utama penilaian adalah untuk
melihat tingkat keberhasilan, efektifitas dan efisiensi dalam proses
pembelajaran. Selain itu untuk mengetahui kedudukan peserta dalam kelas atau
kelompoknya. Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar peserta didik, guru
hendaknya secara terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
peserta didik dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi
ini akan menjadi umpan balik terhadap proses pembelajaran. Umpan balik akan
dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran
selanjutnya. Dengan demikian proses pembelajaran akan terus menerus
ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
5.
Guru sebagai Konselor
Sesuai
dengan peran guru sebagai konselor adalah ia diharapkan akan dapat
merespon segala masalah tingkah laku yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu, guru harus dipersiapkan agar (1) dapat
menolong peserta didik memecahkan masalah-masalah yang timbul antara peserta
didik dengan orang tuanya; (2) bisa memperoleh keahlian dalam membina hubungan
yang manusiawi dan dapat mempersiapkan untuk berkomunikasi dan bekerja sama
dengan bermacam-macam manusia.
Pada
akhirnya, guru akan memerlukan pengertian tentang dirinya sendiri, baik itu
motivasi, harapan, prasangka ataupun keinginannya. Semua hal itu akan
memberikan pengaruh pada kemampuan guru dalam berhubungan dengan orang lain
terutama siswa.
6.
Guru sebagai Pelaksana Kurikulum
Kurikulum
adalah seperangkat pengalaman belajar yang akan didapat oleh peserta didik
selama ia mengikuti suatu proses pendidikan. Secara resmi kurikulum sebenarnya
merupakan sesuatu yang diidealisasikan atau dicita-citakan (Ali, 1985: 30).
Keberhasilan dari suatu kurikulum yang ingin dicapai sangat bergantung pada
faktor kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru. Artinya guru adalah orang
yang bertanggung jawab dalam mewujudkan segala sesuatu yang telah tertuang
dalam suatu kurikulum resmi. Bahkan pandangan mutakhir menyatakan bahwa
meskipun suatu kurikulum itu bagus, namun berhasil atau gagalnya kurikulum
tersebut pada akhirnya terletak di tangan pribadi guru.
Sedangkan
peranan guru dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum secara aktif
(Dr.H.Hamzah B.Uno: 26) antara lain yaitu: (1) perencanaan kurikulum; (2)
pelaksanaan di lapangan; (3) proses penilaian; (4) pengadministrasian; (5)
perubahan kurikulum.
7.
Guru dalam Pembelajaran yang Menerapkan Kurikulum Berbasis
Lingkungan
Peranan
guru dalam kurikulum berbasis lingkungan tidak kalah aktifnya dengan peserta
didik. Sehubungan dengan tugas guru untuk mengaktifkan peserta didik dalam
belajar, maka seorang guru dituntut untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan yang memadai. Pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang dituntut
dari guru dalam proses pembelajaran yang memiliki kadar pembelajaran tinggi
dadasarkan atas posisi dan peranan guru, tugas dan tanggung jawab sebagai
pengajar yang profesional.
Posisi
dan peran guru yang dikaitkan dengan konsep pendidikan berbasis lingkungan
dalam proses pembelajaran (Dr. H. Hamzah.B.Uno 2007: 27), dimana guru harus
menempatkan diri sebagai:
- Pemimpin belajar, dalam arti guru sebagai perencana, pengorganisasi pelaksana, dan pengontrol kegiatan belajar peserta didik.
- Fasilitator belajar, guru sebagai pemberi kemudahan kepada peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya melalui upaya dalam berbagai bentuk.
- Moderator belajar, guru sebgai pengatur arus kegiatan belajar peserta didik. Selain itu guru bersama peserta didik harus menarik kesimpulan atau jawaban masalah sebagai hasil belajar peserta didik, atas dasar semua pendapat yang telah dibahas dan diajukan peserta didik.
- Motivator belajar, guru sebagai pendorong peserta didik agar mau melakukan kegiatan belajar. Sebagai motivator guru harus dapat menciptakan kondisi kelas yang merangsang peserta untuk mau melakukan kegiatan belajar, baik individual maupun kelompok.
- Evaluator belajar, guru sebagai penilai yang objektif dan komprehensif. Sebagai evaluator guru berkewajiban mengawasi, memantau proses pembelajaran peserta didik dan hasil belajar yang dicapainya. Guru juga berkewajiban melakukan upaya perbaikan proses belajar peserta didik, menunjukkan kelemahan dan cara memperbaikinya, baik secara individual, kelompok, maupun secara klasikal.
Ø
METODE
PEMBELAJARAN EFEKTIF
A. METODE GENIUS LEARNING
Genius learning
adalah sebuah model pembelajaran yang dikemas sedemikian rupa yang menggunakan
pengetahuan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu seperti pengetahuan
tentang cara kerja otak, cara kerja memori, neuro-linguistic programming,
motivasi, konsep diri, kepribadian, emosi, perasaan, pikiran, metakognisi, gaya
belajar, multiple intelligences atau kecerdasan majemuk, teknik memori, teknik
membaca, teknik mencatat, dan teknik belajar lainnya.
Dasar Genius Learning adalah accelerated learning atau cara belajar
yang dipercepat. Di luar negeri, model pembelajaran ini dikenal dengan beragam
nama, seperti Accelerated Learning, Quantum Learning, Quantum Teaching, Super
Learning, Efficient and Effective Learning.
Pada
intinya, tujuan berbagai model ini sama, yaitu bagaimana membuat proses
pembelajaran menjadi efisien, efektif, dan menyenangkan. Lalu apa perbedaan
antara Genius Learning dengan lainnya? Genius Learning, perbedaannya adalah
bahwa Genius Learning telah memasukkan dan mempertimbangkan kondisi masyarakat
Indonesia secara umum, kebudayaan bangsa yang sangat beragam, kondisi sosial
ekonomi, sistem pendidikan nasional dan tujuan pendidikan yang utama, yaitu
menyiapkan anak-anak Indonesia untuk bisa menjalani hidupnya dengan berhasil
setelah mereka meninggalkan sekolah formal dan masuk ke Universitas Kehidupan.
B. METODE THINK TALK WRITE (TTW)
Secara
etimologi think talk write dalam
kamus john. Echol, think diartikan dengan "berfikir" talk
diartikan “berbicara“ sedangkan write
diartikan sebagai "menulis".
Jadi think talk write bisa diartikan
sebagai berpikir, berbicara, dan menulis. Sedangkan strategi think talk write adalah sebuah
pembelajaran yang di mulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak,
mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya di komunikasikan dengan
presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi. Sintaknya
adalah informasi, kelompok (membaca-mencatat-menandai), presentasi, diskusi,
melaporkan. Teknik TTW diperkenalkan oleh Huinker dan Laughin (dalam Ansari,
2003:36). Teknik ini pada dasarnya
dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis.
Suatu
strategi pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa adalah strategi think-talk-write (TTW). Strategi yang
diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin (1996: 82) ini pada dasarnya dibangun
melalui berfikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan strategi TTW dimulai
dari keterlibatan siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri
setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan
temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan
dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta
membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan membagi ide
bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.
Aktivitas
berfikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika atau
berisi cerita matematika kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Dalam
tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi
penyelesaian), membuat catatan apa yang telah dibaca, baik itu berupa apa yang
diketahuinya, maupun langkah-langkah penyelesaian dalam bahasanya sendiri.
Setelah
tahap “think” selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya “talk” yaitu
berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Fase
berkomunukasi (talk) pada strategi ini memungkinkan siswa untuk terampil
berbicara. Menurut Huinker & Laughlin dalam Martinis (2008:86), pada umunya
berkomunikasi dapat berlangsung alami, tatapi menulis tidak.
Proses
komunikasi dipelajari siswa melalui kehidupannya sebagai individu yang
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses
komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum
menulis. Pemahaman dibangun melalui interaksinya dalam diskusi. Diskusi
diharapkan dapat menghasilkan solusi atas masalah yang diberikan.
Diskusi
pada fase talk ini merupakan sarana untuk mengungkapkan dan merefleksikan
pikiran siswa. Pada tahap talk, tugas guru adalah sebagai fasilitator dan
motivator. Sebagai fasilitator guru senantiasa harus memberi arahan dan
bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan terutama dalam hal materi,
baik itu diminta maupun tidak diminta.
Sebagai
motivator, guru senantiasa memberi dorongan kepada siswa yang merasa kurang
percaya diri terhadap hasil pekerjaannya dan atau kelompok siswa yang
mendapatkan jalan buntu untuk menemukan suatu jawaban. Guru juga harus bisa
memotivasi siswa yang dalam kegiatan diskusi kurang aktif atau malah sangat
pasif. Guru harus memberikan semangat kepada siswa yang bersangkutan bahwa
kegiatan diskusi yang sedang berlangsung adalah penting untuk dijalani, supaya
mereka dapat memahami sendiri.
Fase
”write” yaitu menuliskan hasil diskusi/pada lembar kerja yang disediakan (LKS).
Aktivitas menulis berarti mengkonstruksi ide, karena setelah berdiskusi antar
teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam matematika
membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa
tentang siswa tentang materi yang dipelajari (Martinis Yamin, 2008: 87).
Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga
memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Aktivitas menulis siswa
bagi guru dapat memantau kesalahan siswa, miskonsepsi, dan konsepsi siswa
terhadap ide yang sama.
Aktivitas
siswa selama tahap (write) ini adalah :
1. Menulis
solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan.
2. Mengorganisasikan
semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya ada yang menggunakan
diagram, grafik, ataupun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti.
3. Mengoreksi
semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang
ketinggalan.
4. Menyakini
bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu legkap, mudah dibaca dan terjamin
keasliannya (Martinis Yamin, 2008: 87-88).
Tahap
terakhir dari strategi TTW adalah presentasi. Hal ini dimaksudkan agar siswa
dapat berbagi pendapat dalam ruang lingkup yang lebih besar yaitu dengan teman
satu kelas. Presentasi ini disampaikan oleh salah seorang perwakilan kelompok
yang dilakukan di depan kelas, setelah sebelumnya siswa yang bersangkutan
menuliskan jawaban kelompoknya di papan tulis. Setelah selesai presentasi,
kemudian dibuka forum tanya jawab dimana semua siswa berhak mengajukan
pertanyaan dan atau pendapat yang sifatnya mendukung jawaban ataupun menyanggah
jawaban temannya yang presentasi. Setelah tanya jawab selesai, dilakukan sebuah
penyimpulan bersama tentang materi yang dipelajari.
C. METODE INKUIRI / INQUIRY
Metode mengajar yang diterapkan
dalam suatu pengajaran dikatakan efektif jika menghasilkan sesuatu yang
diharapkan atau dengan kata lain tujuan tercapai. Metode mengajar dapat
dikatakan efisien jika penerapannya menghasilkan sesuatu yang diharapkan itu
relatif menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu minimum atau
semakin kecil tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu yang dikeluarkan
semakin efisien. Menurut Uzer Usman ( 1993:124 ) Metode Inkuiri adalah “suatu
cara menyampaikan pelajaran dengan penelaahan sesuatu yang bersifat mencari
secara kritis, analisis dan argumentative ( Ilmiah ) dengan menggunakan langkah
– langkah tertentu menuju kesimpulan.
Menurut
Sri Anita W (2001:1-4) metode Inkuiri merupakan metode Discovery artinya suatu
proses mental yang lebih tingkatannya”. Upaya mengembangkan disiplin
intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan iswa untuk membantu memecahkan
masalah dengan memberikan pertanyaan – Pertanyaan yang memperoleh jawaban atas
dasar rasa ingin tahu merupakan bagian proses Inquiry. Kerterlibatan aktif
secara mental dalam kegiatan belajar yang sebenarnya. Inquiry secara koperatif memperkaya cara
berpikir siswa dan mendorong mereka hakekat timbulnya pengetahuan tentative dan
berusaha menghargai penjelasan.
Pendekatan
inquiry merupakan pendekatan mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan
mengembangkan cara berpikir ilmiah, pendekatan ini menempatkan lebiih banyak
belajar sendiri, mengembangkan kekreatifan dalam menyelesaikan masalah. Siswa
betul – betul ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam
pendekatan Inquiry adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas
utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk
dipecahkan oleh siswa sendiri.
Pendekatan
inquiry dalam mengajar termasuk pendekatan modern, yang sangat didambakan untuk
dilaksanakan disetiap sekolah. Kegiatan ini dilakukan saat tatap muka atau pada
saat tatap muka atau saat kegiatan bukan komunikasi satu arah atau komunikasi
sebagai peran aksi. Pendekatan inkuiri dalam pembelajaran dapat lebih
membiasakan kepada anak untuk membuktikan sesuatu mengenai materi pelajaran
yang sudah dipelajari. Dengan menggunakan pendekatan inkuiri ini perkembangan
kognitif siswa lebih terarah dan dalam kehidupan sehari – hari dapat
diaplikasikan secara motorik.
Supaya
guru dapat melakukan peranannya secara efektif maka pengenalan kemampuan siswa
sangat diperlukan, terutama cara berpikirnya, cara mereka menanggapi, dan
sebagainya. Peserta didik menemukan sendiri pola – pola dan struktur melalui
sederetan pengalaman belajar. Peserta didik diwajibkan melakukan aktivitas
mental sebelum keterangan yang dipelajari itu dimengerti. Funsi pengajaran disini
untuk mengarahkan peserta didik mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Langkah
– langkah dalam proses inquiri Menurut E. Mulyasa ( 2006:235 ) adalah sebagai
berikut :
·
Guru memberikan penjelasan, instruksi
atau pertanyaan terhadap materi yang diajarkan. Sebelum memulai pelajaran guru
– guru harus memahami sejauh mana peserta didik memiliki persepsi terhadap
materi tersebut. Kemudian guru dan peserta didik bersama sama
membandingkan persepsi dengan berbagai
pendapat atau teori yang sudah ada.
·
Guru memberikan tugas kepada peserta
didik untuk membaca atau menjawab pertanyaan serta pekerjaan rumah.
·
Guru memberikan penjelasan terhadap
persoalan yang mungkin membingungkan peserta didik.
·
Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta
yang telah mereka pelajari agar dapat dipahami.
·
Guru memberikn penjelasan informasi
sebagai pelengkap dan ilustrasi terhadap data yang telah disajikan.
·
Mendiskusikan aplikasi dan melakukan
sesuai dengan informasi tersebut.
·
Merangkum dalam bentuk rumusan sebagai
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kelebihan
metode inkuiri sebagai berikut:
1. Siswa
aktif dalam belajar.
2. Membangkitkan
motivasi belajar siswa.
3. Siswa
memahami benar bahan pelajaran.
4. Menimbulkan
rasa puas bagi siswa dan menambah kepercayaan pada diri sendiri sebagai penemu.
5. Siswa
akan dapat mentransfer pengetahuannya dalam berbagai konteks
6. Melatih
siswa belajar mandiri
Kelemahan
metode inkuiri sebagai berikut:
1. Menyita
waktu yang banyak.
2. Cara
belajar ini diperlukan adanya kesiapan mental.
3. Tidak
semua siswa dapat melakukan penemuan.
4. Tidak
berlaku untuk semua topic.
5. Metode
ini kurang berhasil utnuk mengajar kelas yang besar karena sangat merepotkan
guru.
D. METODE EXAMPLE NON EXAMPLE
a. Pengertian
Pembelajaran Example Non
Example atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model
pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Metode Example non Example adalah metode yang
menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan
mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan
permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang
disajikan. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis
gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada
didalam gambar.
Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih
menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di
kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan
aspek psikoligis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti :
·
kemampuan berbahasa tulis dan lisan
·
kemampuan analisis ringan, dan
·
kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya
Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat
melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar
yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak
yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
b. Ciri-ciri Metode Example non example
Metode Example non Example juga merupakan metode yang mengajarkan
pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada
umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di
luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu
sendiri.
Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk
mengajarkan definisi konsep. Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan
untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri
dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta
siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.
Example memberikan gambaran akan sesuatu yang
menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan
non-example memberikan gambaran akan sesuatu
yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Metode Example non Example penting dilakukan karena suatu definisi
konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi
definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa
terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk
menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
c. Kelebihan dan Kekurangan.
Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode Example non Example
antara lain:
Siswa berangkat dari satu definisi yang
selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih
mendalam dan lebih komplek.
Siswa terlibat dalam
satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep
secara progresif melalui pengalaman dari Example non Example
Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk
mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian
non example yang dimungkinkan masih terdapat
Beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang
telah dipaparkan pada bagian example.
Ø Kebaikan:
·
Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
·
Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
·
Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Ø Kekurangan:
·
Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
·
Memakan waktu yang lama.
d. Langkah-langkah :
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai
dengan tujuan pembelajaran
2. Guru menempelkan gambar di papan atau
ditayangkan melalui OHP
3. Guru memberi petunjuk dan memberi
kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa,
hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
5. Tiap kelompok diberi kesempatan
membacakan hasil diskusinya
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa,
guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
7. Kesimpulan
E. METODE MIND MAPPING
1. PENGERTIAN
Mind mapping merupakan cara untuk menempatkan informasi ke dalam
otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Bentuk mind mapping seperti peta
sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak cabang. Seperti halnya peta jalan
kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu
area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute
yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita
berada.
Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan,
membuat kita bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara
kerja otak kita yang alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi
akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat
biasa..Mind mapping, disebut pemetaan
pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara mencatat materi pelajaran
yang memudahkan siswa belajar. Mind mapping bisa juga dikategorikan sebagai
teknik mencatat kreatif.Dikategorikan ke dalam teknik kreatif karena pembuatan
mind mapping ini membutuhkan pemanfaatan imajinasi dari si pembuatnya. Siswa
yang kreatif akan lebih mudah membuat mind mapping ini. Begitu pula, dengan
semakin seringnya siswa membuat mind mapping, dia akan semakin kreatif.
Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan
tahun 1970-an. Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah
mind map memiliki sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain
yang keluar dari ide sentral tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila
digunakan untuk memunculkan ide terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi
di antara ide tersebut. Mind Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi
yang dimiliki. Bentuk diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya
memudahkan untuk mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.
Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu
siswa menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan
kerja otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat
meningkatkan daya ingat hingga 78%.
Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas
kosong yang diatur dalam posisi landscape kemudian tempatan topik yang akan
dibahas di tengah-tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Usahakan
menggunakan gambar, simbol atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan
visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik dan verbal
bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emosi, kreativitas
dan seni. Dengan ensinergikan potensi otak kiri dan kanan, siswa dapat dengan
lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran.
Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai
asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata
tunggal serta bukan kalimat. Setiap garis-garis cabang saling berhubungan
hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus
agar tidak membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis
begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat
kepentingan dari masing-masing garis.
Model pembelajaran Mind Mapping sangat baik digunakan untuk
pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban. Dipergunakan
dalam kerja kelompok secara berpasangan ( 2 orang ).
Langkah-langkah
pembelajarannya :
1. Guru menyampaikan
kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi
sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya
serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Menugaskan salah satu
siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti
peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5. Menugaskan siswa secara
bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya.
Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru
mengulangi/menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan/penutup.
2. Prinsip Dasar Mind Mapping
Mind Mapping menggunakan teknik penyaluran gagasan dengan
menggunakan kata kunci bebas, simbol, gambar, dan menggambarkan secara kesatuan
dengan menggunakan teknik pohon.
3. Kelebihan
dan Kekurangan mind mapping
Beberapa manfaat
memiliki mind maping antara lain :
a. Merencana
b. Berkomunikasi
c. Menjadi Kreatif
d. Menghemat Waktu
e. Menyelesaikan Masalah
f. Memusatkan Perhatian
g. Menyusun dan Menjelaskan
Fikiran-fikiran
h. Mengingat dengan lebih
baik
i.
Belajar Lebih Cepat dan Efisien
j.
Melihat gambar keseluruhan
Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini,
yaitu :
a. Cara ini cepat
b. Teknik dapat digunakan
untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala anda
c. Proses mengganbar
diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
d. Diagram yang sudah
terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.
Kekurangan model pembelajaran mind mapping:
a. Hanya siswa yang aktif
yang terlibat
b. Tidak sepenuhnya murid
yang belajar
c. Jumlah detail informasi
tidak dapat dimasukkan
F. METODE EKSPOSITORI
Metode
pembelajaran ekspositori merupakan metode pembelajaran yang digunakan dengan
memberikan keterangan lebih dahulu, defenisi, prinsip dan konsep materi
pembelajaran serta memberikan contoh – contoh latihan masalah dalam bentuk
ceramah, demonstrasi, penugasan dan tanya jawab sedangkan siswa mengikuti pola
yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Penggunaan metode ekspositori
merupakan metode pembelajaran mengarah tersampaikannya isi pelajaran kepada
siswa secara langsung. Metode ekspositori sering disamakan dengan metode
ceramah, karena sifatnya sama – sama memberikan informasi.
Soemantri
(2001:45) membedakan metode ekspositori dan metode ceramah, mengingat dominasi
guru dalam metode ekpositori banyak dikurangi. Guru tidak terus bicara,
informasi informasi diberikan pada saat atau bagian – bagian yang diperlukan,
seperti awal pelajaran. Menjelaskan konsep dan prinsip baru pada saat
memberikan contoh kasus dilapangan.
Menurut
Herman Yudoyo (1979:133) “Bahwa ekspositori adalah suatu cara untuk
menyampaikan gagasan atau ide dalam memberikan info dengan lisan atau tulisan”.
Selanjutnya Dimyati dan Mujiono (1999:172) “menyatakan bahwa metode ekspositori
adalah memindahkan pengetahuan, keterangan dan nilai kepada siswa”.
Menurut Wahyudin (2004), dalam pembelajaran dengan
strategi ekspositori guru cenderung menggunakan kontrol proses pembelajaran
dengan aktif, sementara siswa relatif pasif menerima dan mengikuti apa yang
disajikan oleh guru. Pembelajaran ekspositori ini merupakan proses pembelajaran
yang lebih berpusat pada guru (“teacher
center”), guru menjadi sumber pemberi informasi utama meskipun dalam
strategi pembelajarannya digunakan metode selain ceramah dan dilengkapi atau
didukung dengan penggunaan media, penekanannya pada proses penerimaan
pengetahuan (materi pelajaran) bukan pada proses pencarian konstruksi
pengetahuan.
Peranan guru dalam metode ekspositori merupakan
pembimbing program pelajaran karena merupakan programmer. Guru harus melihat
program pelajaran yang telah ditetapkan untuk dijelaskan dan siswa harus dapat
menguasainya. Guru merupakan sumber data yang penting dan merupakan komponen
pemindah antara sumber pengajaran dengan siswa. Peranan guru ialah membimbing
siswa untuk mendapatkan informasi yang benar, yang merupakan bagian dari
kurikulum yang dipersyaratkan.
Siswa diharapkan dapat memenuhi persyaratan oleh
guru. Peranan siswa dalam metode ekspositori sering digambarkan secara kurang
tepat, siswa dianggap pasif. Sebenarnya peranan siswa dapat aktif dalam proses
pembelajaran ekspositori seperti membaca materi, mengerjakan tugas, mencari
jawaban yang benar. Namun mereka diarahkan untuk memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh guru.
Kelebihan dari metode ekspositori adalah :
·
Dapat menampung kelas besar.
·
Bahan pelajaran yang diberikan secara
urut oleh guru.
·
Guru dapat menentukan tiap tiap hal yang
dianggap penting.
·
Guru dapat memberikan penjelasan –
penjelasan yang dari setiap pelajaran.
Kekurangan
dari metode ekspositori adalah sebagai berikut :
·
Pada metode ini tidak menemukan
penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas mental siswa.
·
Kegiatan terpusat pada guru sebagai
pemberi informasi (bahan pelajaran)
·
Pengetahuan yang didapat dari metode
ekspositori cepat hilang
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan berkomentar sesuai artikel diatas