Sunday 18 September 2016

Teori Struktural dalam Pengkajian Sastra



Teori Struktural dalam Pengkajian Sastra

Pengertian Teori Sastra
Secara umum, yang dimaksudkan dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati. Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Suatu teori dapat dideduksi secara logis dan dicek kebenarannya atau dibantah kesahihannya pada objek atau gejala yang diamati tersebut.
Menurut Rene Wellek dan Austin (1993: 37-46) dalam wilayah sastra perlu terlebih dahulu ditarik perbedaan antara sastra di satu pihak dengan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra di pihak lain. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif. Sedangkan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra. Sedangkan studi terhadap karya konkret disebut kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiganya berkaitan erat sekali. Tidak mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra dan teori sastra, kritik sastra tanpa teori sastra dan sejarah sastra (Wellek & Warren, 1993: 39).

Definisi Teori Struktural
Teori struktural sastra tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu sebagai objeknya kajiannya. Yang menjadi objek kajiannya adalah sistem sastra, yaitu seperangkat konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh. Meskipun konvensi yang membentuk sistem sastra itu bersifat sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu, namun studi sastra struktural beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat dilacak dan dideskripsikan dari analisis struktur teks sastra itu sendiri secara otonom, terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial. Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai unsur yang membangun teks sastra dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang sistem sastra.
Teori Strukturalisme pengkajian maknanya menekankan pada karya sastra itu sendiri. Makna yang murni dan jujur adalah makna yang sebenar-benarnya sebuah karya sastra. Bukan terkait dengan emosi pengarang ketika menciptakannya atau pembaca dalam memahami keterkaitan ceritanya. Strukturalisme adalah teori yang model analisisnya secara struktural.
Sejarah Munculnya Teori Struktural
Pendekatan struktural terhadap karya sastra sesungguhnya sama tuanya di dunia barat dengan puitik sebagai cabang ilmu pengetahuan. Dalam bukunya yang berjudul poetika, yang ditulis sekitar tahun 340 SM di Athena (Teeuw, 1984:120) Aristoteles meletakkan dasar yang kuat untuk pandangan yang menganggap karya sastra sebagai struktur yang otonom. Masalah struktur karya sastra dibicarakannya dalam rangka pembahasan tragedi, khususnya dalam pasal-pasal mengenai plot. Efek tragedi dihasilkan oleh aksi plotnya, dan untuk menghasilkan efek yang baik, plot harus mempunyai keseluruhan dan dipenuhi empat syarat utama yaitu order, unity, complexity, dan coherence.
Pendekatan struktural berangkat dari pandangan kaum strukturalisme yang menganggap karya sastra sebagai struktur yang unsurnya terjalin secara erat dan berhubungan antara satu dan lainnya.Karya sastra merupakan sebuah kesatuan yang utuh.Sebagai kesatuan yang utuh, maka karya sastra dapat dipahami maknanya jika dipahami bagian-bagiannya atau unsur-unsur pembentuknya, relasi timbal balik antara bagian dan keseluruhannya. Struktural genetik lahir sebagai wujud ketidak puasan terhadap teori struktural yang melihat karya sastra sebagai sesuatu yang otonom.
Strukturalisme secara khusus mengacu kepada praktik kritik sastra yang mendasarkan model analisisnya pada teori linguistik modern. Strukturalisme menentang:
1.      Teori mimetik, yang berpandangan bahwa karya sastra adalah tiruan kenyataan),
2.      Teori ekspresif, yang menganggap sastra pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang, dan teori-teori yang menganggap sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembacanya.
Teeuw (1991:135) mengungkapkan bahwa analisis struktural terhadap teks sastra memiliki tujuan untuk membongkar atau mengungkapkan keterkaitan unsur-unsur dalam teks sastra secara totalitas dalam menghasilkan makna. Teeuw (dalam Pradopo, 1995:46) berpendapat analisis struktural merupakan hal yang harus dilakukan untuk memahami prosa (baik cerpen, novel, dan roman) yaitu dengan memahami struktur fisik dan struktur batin yang terdapat di dalamnya.
Tokoh-Tokoh Dan Konsep Dasar Teori Struktural
1.      Aristoteles.
Empat konsep Aristoteles yaitu :
1)      Order berarti urutan dan aturan. Urutan aksi harus teratur dan logis.
2)      Unity berarti bahwa semua unsur dalam plot harus ada, dan tidak bisa bertukar tempat tanpa mengacaukan keseluruhannya.
3)      Complexity berarti bahwa luasnya ruang lingkup dan kekomplekan karya harus cukup untuk memungkinkan perkembangan peristiwa yang logis untuk menghasilkan peredaran dari nasib baik ke nasib buruk ataupun sebaliknya.
4)      Coherence berarti bahwa sastrawan tidak bertugas untuk menyebutkan hal-hal yang benar terjadi, tetapi hal-hal yang mungkin atau harus terjadi dalam  rangka keseluruhan plot.
2.      Ferdinand De Saussure.
Secara garis besar, konsep Saussure menganggap linguistik merupakan ilmu yang otonom.Jika ditarik dalam ilmu sastra, maka karya sastra juga memiliki sifat keotonomian sehingga pembicaraan mengenai karya sastra tidak perlu dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang lainnya.
3.      Kaum Formalis.
Tokoh-tokoh kaum formalis yaitu :
a.       Jakobson
b.      Shklovsky
c.       Erchenbaum
d.      Tynjanov
Teori kaum formalis dalam waktu singkat antara 1915 dan 1930 telah mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga tidak mungkin pendirian formalis disimpulkan dalam satu rumusan saja. Adapun konsep kaum formalis yaitu :
1)      Konsep yang sangat penting dalam pandangan kaum formalis adalah konsep dominant ciri yang paling menonjol menurut pendapat dan pengalaman mereka dalam sebuah karya sastra (seringkali pula dalam aliran atau zaman tertentu) aspek bahasa tertentu secara dominan menentukan ciri-ciri khas hasil karya sastra.
2)      Konsep kaum formalis bersifa otonom artinya dapat dipahami sebagai kesatuan yang bulat.
Kelemahan Pokok Strukturalisme
1.      Karya sastra diasingkan dari konteks dan fungsinya sehingga sastra kehilangan relevansi sosialnya, tercabut dari sejarah dan terpisahkan dari permasalahan manusia.
2.      Karya sastra tidak dapat diteliti dalam rangka konvensi-konvensi kesusastraan sehingga pemahaman kita mengenai genre dan sitem sastra sangat terbatas.

Sumber :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan berkomentar sesuai artikel diatas